Sabtu, 02 Januari 2021

Amal Jama'i

Secara bahasa amal  jamai berasal dari dua kata Al amal dan Al jamai. Al amal berarti amal atau pekerjaan sedangkan Al jamai berarti jamaah atau secara bersama. Jadi secara harfiah bermakna kerjasama. Yang mana memiliki sinonim dengan organisasi atau manajemen tim.


Dalil-dalil disyariatkannya amal jamai

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [المائدة: 2]. 


 ((الْبِرُّاسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ وَرَسُولُهُ، وَأَحَبَّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، مِنَ التَّحَقُّقِ بِعَقَائِدِ الدِّينِ وَأَخْلَاقِهِ، وَالْعَمَلِ بِآدَابِهِ وَأَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ، مِنَالشَّرَائِعِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ، وَمِنَ الْقِيَامِ بِحُقُوقِ اللهِ وَحُقُوقِ عِبَادِهِ، وَمِنَ التَّعَاوُنِ عَلَى الْجِهَادِ فِي سَبِيلِهِ إِجْمَالًا وَتَفْصِيلًا؛ فَكُلُّ هَذَا دَاخِلٌ فِيالتَّعَاوُنِ عَلَى الْبِرِّ


وَمِنَ التَّعَاوُنِ عَلَى التَّقْوَىالتَّعَاوُنُ عَلَى اجْتِنَابِ وَتَوَقِّي مَا نَهَى اللهُ وَرَسُولُهُ عَنْهُ مِنَ الْفَوَاحِشِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ، وَمِنَ الْإِثْمِ وَالْبَغْيِ بِغَيْرِ الْحَقِّ،وَالْقَوْلِ عَلَى اللهِ بِلَا عِلْمٍ؛ بَلْ عَلَى تَرْكِ الْكُفْرِ وَالْفُسُوقِ وَالْعِصْيَانِ)) . 


{إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ} [الأنبياء:92].


{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا} [آل عمران:103]. {إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَىاللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ} [الأنعام:159]. 


وَأَخْرَجَ الْآجُرِيُّ فِي ((الشَّرِيعَةِ))، وَاللَّالَكَائِيُّ فِي ((أُصُولِ الِاعْتِقَادِ))، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُقَالَ: ((عَلَيْكُمْ جَمِيعًا بِالطَّاعَةِوَالْجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّهَا حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ)) . 


وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ فِي ((صَحِيحِهِ)) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُأَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ: ((إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْتَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْقِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ)). 


وَقَالَ : «إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا». 


وَيَقُولُ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ؛ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِوَالْحُمَّى». 

وَمَعْلُومٌ أَنَّ الْبُنْيَانَ وَأَنَّ الْجَسَدَ شَيْءٌ وَاحِدٌ مُتَمَاسِكٌ، لَيْسَ فِيهِ تَفَرُّقٌ؛ لِأَنَّ الْبُنْيَانَ إِذَا تَفَرَّقَ سَقَطَ، كَذَلِكَ الْجِسْمُ إِذَا تَفَرَّقَ فَقَدَ الْحَيَاةَ؛ فَلَا بُدَّ مِنَالِاجْتِمَاعِ، وَأَنْ نَكُونَ أُمَّةً وَاحِدَةً، أَسَاسُهَا التَّوْحِيدِ، وَمَنْهَجُهَا دَعْوَةُ الرَّسُولِ ﷺ، وَمَسَارُهَا عَلَى دِينِ الْإِسْلَامِ الْعَظِيمِ.  


Potret keteladanan amal jamai di kalangan para sahabat

Perjuangan Abu Bakr radhiallahu anhu mengawal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat hijrah. Banyak kisah heroik dan pengorbanan dilakukannya demi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.


Dalam Kitab Sirah An-Nabawiyah, dikisahkan perjuangan Abu Bakr dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika hijrah ke Madinah. Ketika Allah mengizinkan Nabi hijrah, para sahabat pun bersegera berangkat. Baik laki-laki atau perempuan, tua dan muda, dewasa maupun anak-anak, bertolak dari Mekkah menuju menuju Madinah. Mereka menempuh perjalanan 460 Km melintasi gurun yang panas dan gersang.


Ibnu Hisyam dalam kitab Shirah Nabawiyah-nya mencatat, Abu Bakr adhiallahu anhu  adalah salah seorang sahabat yang bersegera memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Ia meminta izin kepada Rasulullah untuk berhijrah. Namun beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jangan terburu-buru. Semoga Allah menjadikan untukmu teman (hijrah)”. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berharap agar Abu Bakr menjadi temannya saat berhijrah menuju Madinah.


Suatu hari Jibril memberi kabar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa orang-orang Quraisy telah membulatkan tekad untuk membunuh beliau. Jibril memerintahkan agar tidak lagi menghabiskan malam di Mekkah.


Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mendatangi Abu Bakr dan mengabarkannya bahwa waktu hijrah telah tiba untuk mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha yang saat itu berada di rumah Abu Bakr radhiallahu anhu mengatakan, “Saat kami sedang berada di rumah Abu Bakar radhiallahu anhu , ada seorang yang mengabarkan kepada Abu Bakar kedatangan Rasulullah dengan menggunakan cadar (penutup muka). Beliau datang pada waktu yang tidak biasa”.


Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam meminta izin untuk masuk, dan Abu Bakr mengizinkannya. Beliau bersabda, “Perintahkan semua keluargamu untuk hijrah”. Abu Bakr menjawab, “Mereka semua adalah keluargamu wahai Rasulullah”.


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kembali mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah diizinkan untuk hijrah”. Abu Bakr menanggapi, “Apakah aku menemanimu (dalam hijrah) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iya.”


Lalu Rasulullah menunggu malam datang. Pada malam hari, Nabi keluar dari rumahnya yang sudah dikepung orang-orang kafir Quraisy. Lalu Allah menjadikan mereka tidak dapat melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Saat itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menabur debu di kepala-kepala mereka, namun mereka tidak menyadarinya.


Beliau menjemput sahabat Abu Bakr yang saat itu itu sedang tertidur. Abu Bakr pun menangis bahagia, karena menemani Rasulullah berhijrah. Aisyah radhiallahu anha mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakr menangis pada hari itu”. Perjalanan berat yang mempertaruhkan nyawa itu, Abu Bakr sambut dengan tangisan kebahagiaan.


Sembunyi di Gua Tsur


Dalam perjalanan hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakr bersembunyi di sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Tsur atau Tsaur. Gua Tsur adalah gua berada di puncak Jabal (bukit) Tsur Kota Makkah, berjarak terletak sekitar 7 Km dari Masjidil Haram. Nabi dan Abu Bakr sembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kafir Quraisy.


Ketika sampai di mulut gua, Abu Bakr berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk ke dalam gua ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang jelek), maka akulah yang mendapatkannya bukan Anda”.


Abu Bakr masuk kemudian membersihkan gua tersebut. Setelah itu, Abu Bakr tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya karena ia khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah keluar dari lubang-lubang tersebut; ular, kalajengking. Hingga tersisalah dua lubang, yang nanti bisa ia tutupi dengan kedua kakinya.


Setelah itu, Abu Bakr mempersilakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masuk ke dalam gua. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun masuk dan tertidur di pangkuan Abu Bakr. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam istirahat, tiba-tiba seekor hewan menggigit kaki Abu Bakr. Ia menahan dirinya untuk tidak bergerak menahan gigitan hewan itu (riwayat lain menyebut seekor ular). Abu Bakr berusaha sekuat tenaga menahan sakit karena tidak ingin membangunkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari istirahatnya.


Namun, Abu Bakr adalah manusia biasa. Rasa sakit akibat sengatan hewan itu membuat air matanya menetes dan terjatuh di wajah Rasulullah. Sang kekasih Allah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang menimpamu wahai Abu Bakr?” Abu Bakr menjawab, “Aku disengat sesuatu”. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengobatinya. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengobati Abu Bakar dengan ludah beliau.


Melindungi Nabi shallallahu alaihi wasallam dari Teriknya Matahari


Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakr menceritakan hijrahnya bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam. “Kami berjalan siang dan malam hingga tibalah kami di pertengahan siang. Jalan yang kami lalui sangat sepi, tidak ada seorang pun yang lewat. Aku melemparkan pandangan ke segala penjuru, apakah ada satu sisi yang dapat kami dijadikan tempat berteduh.


Akhirnya, pandanganku terhenti pada sebuah batu besar yang memiliki bayangan. Kami putuskan untuk istirahat sejenak di sana. Aku ratakan tanah sebagai tempat istirahat Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu kuhamparkan sehelai jubah kulit dan mempersilahkan beliau untuk tidur di atasnya. Istirahatlah wahai Rasulullah. Beliau pun beristirahat.


Setelah itu, aku melihat keadaan sekitar. Apakah ada seseorang yang bisa dimintai bantuan. Aku pun bertemu seorang penggembala kambing yang juga mencari tempat untuk berteduh. Aku bertanya kepadanya, “Wahai anak muda, engkau budaknya siapa?” Ia menyebutkan nama tuannya, salah seorang Quraisy yang kukenal. Aku bertanya lagi, “Apakah kambing-kambingmu memiliki susu?” “Iya.” Jawabnya. “Bisakah engkau perahkan untukku?” pintaku. Ia pun mengiyakannya. Setelah diperah. Aku membawa susu tersebut kepada Nabi dan ternyata beliau masih tertidur. Aku tidak suka jika aku sampai membuatnya terbangun.


Saat beliau terbangun aku berkata, “Minumlah wahai Rasulullah”. Beliau pun minum susu tersebut sampai aku merasa puas melihatnya.


Mengawal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Selama Perjalanan


Diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Umar bin al-Khattab, ia menceritakan. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakr keluar dari gua. Abu Bakr terkadang berjalan di depan Rasulullah dan terkadang berada di belakang beliau. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menanyakan perbuatan Abu Bakar itu. Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, kalau aku teringat orang-orang yang mengejar (kita), aku berjalan di belakang Anda, dan kalau teringat akan pengintai, aku berjalan di depan Anda”.


Apa yang dilakukan Abu Bakr ini menunjukkan kecintaan beliau yang begitu besar kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ia tidak ingin ada sedikit pun yang mengancam jiwa Nabi. Jika ada mara bahaya menghadang, ia tidak ridha kalau hal itu lebih dahulu menimpa Nabi shallallahu alaihi wasallam.


Demikianlah kisah indah Abu Bakr bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Rasulullah ingin bersama Abu Bakr ketika hijrah dan Abu Bakr pun sangat mencintai Rasulullah. Inilah kecocokan ruh sebagaimana disabdakan Nabi: “Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). Jika mereka saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal maka akan berpisah (tidak cocok).” (HR Bukhari dan Muslim)


Dalam satu hadis, Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah memuji Abu Bakr: “Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya padaku dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakr. Andai saja aku diperbolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku, pastilah aku akan memilih Abu Bakr, namun cukuplah persaudaraan seislam dan kecintaan karenanya. Maka tidak tersisa pintu masjid kecuali tertutup selain pintu Abu Bakr saja.” (HR Al-Bukhari)


PERANG KHANDAQ 

Menurut pendapat jumhur Ulama, perang Khandaq terjadi pada bulan Syawwal tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain menyebutkan bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang bahwa pada dasarnya kedua pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat perang ini terjadi pada tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah ke Madinah dan sebelum tahun ke-5 berakhir.


PEMICU PERANG : 

Pemicu perang Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh Rasûlullâh dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum Muslimin.” Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, “Agama kalian itu lebih baik daripada agama Muhammad.” Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla turunkan firman-nya : 


أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا 

Apakah kamu tidak memperthatikan orang orang yang diberi bagian dari kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allâh dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir(musyrik Mekah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. [An-Nisâ’/4:51] 


Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua kesepakatan : 

  1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin. 
  2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar kepada suku Gathafan selama setahun penuh.


KEKUATAN PASUKAN 

Berkat kegigihan para tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Wa’il menggalang dukungan, akhirnya sebuah pasukan sekutu berkekutan sangat besar pun terbentuk. Ibnu Ishâq menyebutkan bahwa jumlah pasukan sekutu adalah sepuluh ribu pasukan yang terdiri dari kaum musyrik Quraisy, qabilah Gathafan beserta qabilah-qabilah yang ikut bergabung bersama mereka. Oleh karena pasukan orang-orang kafir ini terdiri dari berbagai kelompok, maka peperangan ini disebut juga dengan perang Ahzâb (beberapa kelompok). Komando tertinggi dipegang oleh Abu sufyan. Sementara pasukan kaum Muslimin hanya berjumlah tiga ribu saja dan bisa jadi jumlah musuh melebihi jumlah seluruh Madinah kala itu. 


PERSIAPAN KAUM MUSLIMIN DI MADINAH 

Ketika berita persekongkolan dan rencana busuk orang-orang kafir ini sampai ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung meresponnya dengan melakukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah :


1. Musyawarah 

Diantara kebiasaan Rasûlullâh yaitu mengajak para sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah tentang hal-hal yang tidak ada wahyunya dari Allâh, baik berkaitan dengan peperangan atau yang semisalnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang shahabat yang bernama Salmân al-Farisy mengusulkan agar kaum Muslimin menggali khandaq (parit) di sebelah utara Madinah yang merupakan satu satunya jalan terbuka yang bisa di lewati musuh apabila ingin memasuki kota Madinah. Ide brilian Salman Radhiyallahu anhu ini disetujui oleh Rasûlullâh dan para sahabat lainnya. Setelah mencapai kata mufakat, akhirnya penggalian khandaq (parit) pun dimulai. Inilah penggalian parit pertama dalam sejarah Arab. 


2. Menggali Parit 


Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai usul Salmân al-Fârisiy, kaum Muslimin pun bergegas untuk melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang waktu yang dibutuhkan untuk penggalian parit ini, berkisar antara enam sampai dua puluh empat hari.

Para shahabat sangat bersemangat dan antusias menggali parit karena Rasûlullâh juga ikut bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasûlullâh untuk memecahkan batu batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa semangat para shahabat, Rasûlullâh berkali kali melantunkan sya’ir yang kemudian dijawab oleh para shahabat. Seorang shahabat al-Barrâ` bin Azib bercerita, “Pada waktu perang Ahzâb atau Khandaq, aku melihat Rasûlullâh mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari (pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenandung dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawâhah, sambil mengangkat tanah beliau bersenandung :

 

اللّهُمَّ لَوْلَا أنت مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدّقْنَا وَلَا صَلّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبّتْ الْأَقْدَامَ إنْ لَاقَيْنَا إنّا الألى قد بَغَوْا عَلَيْنَا وَإِنْ أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا 

Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.’ Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir.”


Mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melantunkan bait syair, para shahabat pun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan: 

نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّداً عَلَى اْلِإسَلاَمِ مَابَقَيْنَا أَبَداً 

Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup Ucapan ini di jawab oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan do’a : 

اللَّهُمَّ إِنَّهُ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُ الآخِرَةِ فَبَارِكْ فِي الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرَةِ 

Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshâr dan Muhajirin


Demikianlah semangat kaum Muslimin ketika menggali parit yang bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendalaseperti kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafiq yang terus berusaha mengikis semangat para shahabat.


Meskipun demikian, semangat yang didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama Allâh dan Rasul-Nya. Pasca penggalian parit Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar para wanita dan anak kecil ditempatkan di salah satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah bin Ummi maktum  untuk menggantikannya di Madinah selama peperangan. Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menyusun setrategi untuk menghadapi musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para shahabat untuk membelakangi gunung Sila’, menghadap khandaq yang sekaligus sebagai penghalang mereka dari pasukan sekutu.


PELAJARAN DARI KISAH 

Keteladan dan contoh yang baik dari para generasi terbaik dalam menjalankan Fungsi Manajemen yang terdiri atas 4 fungsi utama yang dikenal dengan istilah POAC, yaitu :
  1. Planning (fungsi perencanaan): yaitu di syari’atkan untuk musyawarah demi mencari ide terbaik dalam perkara penting yang tidak ada nashnya dari wahyu.
  2. Organizing (fungsi pengorganisasian): Sebagaimana para shahabat yang terus semangat menggali parit bersama Rasûlullâh meski mereka sangat lapar.
  3. Actuating / Directing (pengarahan): Ketauladan dan contoh yang baik dari seorang pemimpin sangat mempengaruhi pengikutnya.
  4. Controlling (pengendalian): para shahabat yang terus mengikuti sop/petunjuk dari Rasûlullâh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar